Memaknai Kembali Bhinneka Tunggal Ika


Penulis : Dr. Rahmawati (Dosen IAIN Parepare)





OPINI----Beberapa pekan lalu, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi  melontarkan pernyataan bahwa Agama adalah musuh pancasila. Pernyataan ini memicu perdebatan di kalangan netizen bahkan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat yang religius, hingga menjadi trending topic pada beberapa acara di stasiun tv swasta dan masuk dalam tema penting pada acara di Indonesia Lawyers Club  (ILC).





Pernyataan kontroversial ini belum selesai diperdebatkan muncul kembali pernyataan baru dari kepala BPIP mengenai istilah “salam pancasila” sebagai ucapan lain dari Assalamu Alaikum. Hal ini semakin memperburuk citra BPIP. Beberapa pihak mengusulkan agar BPIP dibubarkan karena dianggap gagal menghadirkan sebagai lembaga yang memperkukuh  NKRI agar terhindar dari perpecahan.





Apabila ditilik maksud dari pernyataan Kepala BPIP itu sendiri maka tidak ada yang salah dengan pernyataan tersebut. Yudian menganggap bahwa masyarakat salah memahami konteks pernyataannya. Menurutnya, musuh Pancasila adalah perilaku orang-orang berpikiran ekstrim yang mempolitisasi agama dan menganggap dirinya mayoritas. Sedangkan ide salam Pancasila merupakan titik temu dari salam dari agama-agama yang berbeda.





Salam ini merupakan kesepakatan-kesepakatan nasional mengenai tanda dalam bentuk salam dalam pelayanan publik. Salam Pancasila sebagai salam kebangsaan yang diperkenalkan untuk menumbuhkan kembali semangat kebangsaan serta menguatkan persatuan dan kesatuan yang terganggu karena menguatnya sikap intoleran.





Apapun maksud dan tujuan dari pernyataan tersebut, reaksi masyarakat justru melahirkan polemik bahkan menimbulkan kegaduhan publik yang justru mengancam perpecahan di tengah masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami kembali makna Bhinneka Tunggal Ika.





Pernyataan yang dilontarkan oleh Yudian W. Asmin justru mencederai makna sesungguhnya Bhinneka Tunggal Ika. Meskipun berupaya mempersatukan bangsa dengan ide salam pancasila, namun ide tersebut justru tidak menghargai perbedaan yang diyakini kebenarannya oleh masing-masing beragama. Hal ini tampak dari polemik yang ditimbulkan di tengah masyarakat dan menyebabkan tujuan Bhinneka tunggal ika tidak tercapai.





Setidaknya ada beberapa tujuan dari makna bhinneka
tunggal ika, yaitu mempersatukan bangsa Indonesia, mempertahankan kesatuan
bangsa, meminimalisir konflik atas kepentingan pribadi atau kelompok, mencapai
cita-cita Negara Indonesia, mewujudkan masyarakat madani, dan menciptakan
perdamaian.





Pernyataan kontroversial  ini telah memperlebar ketegangan dan
konflik-konflik sosial yang justru akan mengancam NKRI. Ini jauh dari upaya
merealisasikan makna Bhinneka Tunggal Ika. 
Karena Bhinneka sesungguhnya mengakui perbedaan dan keragaman dari
berbagai aspek baik suku, budaya, ras dan agama. Keragaman ini bukan merupakan unsur pemecah
melainkan faktor potensi atau modal terbentuknya persatuan dan kesatuan
Indonesia.





Untuk
menghadapi perbedaan/keragaman tersebut maka sikap saling menghargai antar satu
dengan lainnya harus dijunjung tinggi dengan mengimplementasikan nilai-nilai
atau prinsip meliputi, perilaku inklusif, mengakomodasi sifat
pluralistik, tidak mencari menang sendiri, musyawarah untuk mufakat, dan
dilandasi rasa kasih sayang dan rela berkorban.





Apa
yang dilontarkan oleh Prof Yudian mengenai agama adalah
musuh pancasila  tidak salah, ketika pernyataan ini dimaksudkan
untuk mempererat dan memperkuat persatuan, namun menyampaikan ide-ide tertentu
pada ruang publik tanpa memperhatikan dan memahami kondisi sosial, budaya dan
agamanya maka akan sulit diterima.





Masyarakat
Indonesia memiliki karakter yang religius, sangat kuat menjalankan agama sesuai
pemahaman yang diyakini. Pemahaman keagamaan itu beragam. Apabila keragaman itu
tidak dikelola dengan baik dan memaksakan ide-ide tertentu yang bersentuhan dengan
agama apalagi berhubungan dengan aqidah maka sangat rentan terjadi
ketersinggungan yang bisa saja menyulut terjadinya pertikaian atau
perselisihan.





Ucapan
salam pancasila sebagai pengganti ucapan Assalamu Alaikum ini sudah menyentuh wilayah
keyakinan keagamaan seseorang sehingga menjadi polemik ketika ide itu
dikemukakan oleh pejabat yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam
pembinaan ideologi pancasila. Apabila pernyataan itu dikemukakan sebagai
individu, seorang akademisi yang ingin mengembangkan ide-idenya pada ruang
terbatas maka polemik ini tidak akan menjadi persoalan.





Oleh karena itu, seorang pejabat atau public figure
harus memiliki kemampuan dan pengetahuan yang lebih agar  kebijakan atau pernyataan yang disampaikan
tidak menjadi polemik. Beberapa  faktor
yang menyebabkan pejabat melontarkan pernyataan kontroversial, selain karena
lemahnya kapasitas komunikasi ke publik, juga karena minimnya pengetahuan terkait
isu yang dilemparkan.  Wallahu
a’lam bish-shawab….


Posting Komentar

Copyright © Tanya IAIN Parepare | Distributed by Blogger Templates | Designed by OddThemes