OPINI ; Ijtihad dan Jihad di Masa Pandemi


Penulis : Riecardy (Ketua Dewan Mahasiswa IAIN Parepare)





OPINI --- Muntoha dalam jurnalnya memaknai ijtihad yakni mencurahkan semua kemampuan dalam segala perbuatan. Kemudian dilanjutkan dengan ungkapan Al Gazhali yang menjelaskan posisi ijtihad ketika manusia berada pada fase kesulitan dan memerlukan tenaga yang sangat besar. Artinya, bagaimana mencurahkan tenaga dan pikiran dalam memahami wahyu dan sunnah dalam menentukan hukum tunggal.





Ibaratnya membidik anak panah agar tepat pada titik sasaran. Kiranya terminologi sederhana itu menjadi pandangan awal dalam memahami konteks ijtihad disaat menjalarnya pandemi dalam merumuskan jawaban-jawaban solutif dan konstruktif ditengah pandemi saat bulan ramadhan menanti.





Ramadan tahun ini bakal hadir dengan kemasan yang berbeda dibandingkan ramadan sebelumnya. Orang-orang lebih condong di rumah ketimbang ikut ngabuburit menunggu buka puasa bersama. Tiada lagi ceramah-ceramah lucu tiap malam yang dibawakan oleh para santri dan santriwati dengan logat khas daerahnya.





Tongkrongan malam habis sholat tarwih semuanya jadi angan-angan sebab aturan pemerintah dengan dalih pencegahan wabah covid-19. Ramadan penuh dengan ketegangan dan kewaspadaan. Para penjual jajanan buka puasa pun kemungkinan dalam pengawasan yang ketat demi menghindari kerumunan. Ramadan kali ini dilaksanakan berdasarkan protokol kesehatan yang diberlakukan.





Hadirnyaa pandemi covid-19 mengubah mindset masyakarat di tengah ramadan. Hal-hal baru bermunculan
bahkan sukar dijalankan oleh
orang-orang yang menganggap ramadan adalah momen berharga bersama keluarga.
Menjalankan ibadah puasa dan idul fitri bersama sanak keluarga menjadi impian
seseorang. Di tengah kesibukan
tumpukan kerjaan di kota. Pulang ke kampung halaman menjadi sarana merefleksi
kesibukan untuk bermesraan
bersama keluarga. Tetapi berbeda dengan tahun ini, sebagian pemudik berpikir panjang untuk pulang ke kampung halaman akibat pengetatan wilayah.
Alhasil, euforia ramadan tertunda demi
mencegah marabahaya dari virus corona.





Adapun perilaku serampangan yang mungkin terjadi di tengah pandemi. Akibat tekanan ekonomi dan desakan kebutuhan yang kian hari menipis. Apalagi bulan ramadan ini sebagai bulan paling ditunggu-tunggu oleh semua kalangan. Persiapan dan antisipasi telah mereka siapkan dalam menyambut bulan suci ini.  Tidak sedikit masyarakat yang kehilangan lahan pekerjaan, padahal penghasilan tersebut tersebut  akan digunakan  selama ramadan. Padahal finansial mereka adalah harapan satu-satunya sekaligus sebagai bekal persiapan selama bulan suci ramadhan.





Ijtihad sebagai sarana berpikir merupakan upaya untuk... [next page 2]









[page 2]





Ijtihad sebagai sarana berpikir merupakan upaya untuk menyelaraskan makna kitab suci dan sunnah Nabi dengan konteks mewabahnya virus baik dalam perspektif agama, ekonomi, sosial maupun politik.





Sebab obektivitas Islam secara
lahiriah diyakini mampu menjawab problem dis etiap zaman khususnya problem sosial ekonomi, termasuk pada bulan ramadan mendatang.
Sehingga dinilai menjadi pondasi awal dalam merumuskan jawaban yang relevan
dengan konteks atau zaman. Proses rasionalisasi ini biasa dengan melalui
berbagai seperti metode Qiyas, istihsan, maslahah murshalah dalam ilmu
Fiqh. Dalam ilmu logika dikenal dengan berbagai metode penalaran deduktif,
induktif dan rasional ilmiah lainnya.





Perwujudan ijtihad di tengah pandemi menjadi pertanyaan besar di kalangan masyarakat. Relevansi dari
ijtihad ini akankah menjadi peluang atau malah akan berujung pada terisolasinya
aspek di berbagai kalangan. Berbagai
lembaga-lembaga yang menjadi rujukan ijtihad seperti NU, Muhammadiyah, MUI sejauh
ini sangat berperan dalam mengkontekstasikan kebutuhan masyarakat agar jawaban
yang dihasilkan sesuai kebutuhan dan kondisi.





Semisalnya ketua Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Abdul Manan Ghani menyampaikan bahwa PBNU telah
mengeluarkan Surat Edaran Nomor 3953/C.I.034/04/2020 pada 3 April 2020 tentang
protokol NU Peduli Covid-19 dan Surat Instruksi Nomor 3952/C.I.34/03/2020.
Surat edaran yang dikeluarkan sekaligus menjadi tindak lanjut dari Surat Edaran
Nomor 6 Tahun 2020 oleh Menteri Agama (republika).





Elaborasi ijtihad di tengah pandemi dalam merealisasikan jihad
yang kondisional dengan zaman.  Untuk
memahaminya kita lihat M. Quraish Shihab dalam Wawasan Al-Quran (1996) yang
menyatakan bahwa kata jihad berarti letih/sukar. Quraish Shihab menegaskan
bahwa jihad yang bertentangan dengan fitrah kemanusiaan tidak dibenarkan. Dalam
artian senantiasa menjauhkan diri dari tindakan kriminal, kekerasan, hoaks,
agitasi kebencian dan berbagai pelanggaran yang tidak sesuai dengan aturan
pemerintah dan agama. Pandangan hematnya adalah konstruksi jihad di tengah pandemi tidak lepas dari kemaslahatan masyarakat dan mengedepankan
norma agama dan undang-undang. Perilaku beragama dan bernegara adalah
perwujudan dalam merumuskan jihad pandemi.





Secara sederhana dan pasti bisa
katakan bahwa cukuplah dengan mengikuti aturan maupun anjuran pemerintah
merupakan implementasi dari jihad. Dengan menjaga kesehatan diri tentu secara
refleksi kesadaran menjaga kesehatan orang lain. Artinya, dengan mengikuti anjuran pemerintah maka
kita berpartisipasi memutuskan peredaran virus corona ini ke 260-an juta jiwa tanah air Indonesia dan
milyaran penduduk muka bumi. Olehnya itu, urgensi jihad perlu diedukasikan demi menjauhkan masyarakat dari
tindakan-tindakan yang tidak dinginkan baik atas nama kepentingan kelompok,
ekonomi bahkan agama.





Fase pandemi di saat seperti inilah segala bentuk
pencerahan sangat dibutuhkan untuk ummat atau golongan. Tanpa adanya solusi dan
ijtihad dipastikan akan muncul beragam pertanyan-pertanyaan serius di kalangan masyarakat. Maka disinilah peran
para stakeholder dan lembaga ijtihad dalam menjawab keresahan dan
perbedaan-perbedaan pendapat yang akan terjadi. Di sisi lain kumandang jihad ikhtiar diupayakan dengan visi
penanggulangan dan
pencegahan. 





Untuk itulah peran dan fungsi
masyarakat sangat diperlukan dalam menetralisir iklim masyarakat seperti ini.
Organisasi sosial pun sepatutnya mengambil peran dalam menjaga stabilitas
kebutuhan masyatakat. Turut andil dalam mengedukasi, menyebarkan informasi positif,
membuat gerakan kesehatan dan kebersihan. Sebab ikhtiar semacam itulah termasuk
kategori jihad kecil melawan corona bila dimaknai sebagai pencegahan. Maka dari
itu marilah bersama-sama secara kolaboratif
agar tanah air kita cepat pulih dari wabah global Covid-19.





Doakan Indonesia!


Posting Komentar

Copyright © Tanya IAIN Parepare | Distributed by Blogger Templates | Designed by OddThemes